Kisah sukses tentang anak tukang becak (bagian 3)
Kisah lulusan terbaik Universitas Negeri Semarang (Unnes) 2014 mendapat perhatian luas dari masyarakat. Banyak anggota masyarakat yang mengapresiasi kecerdasan, kerja keras, dan kerendahatiannya sehingga bisa memperoleh prestasi cemerlang.
Raeni, namanya. Penerima beasiswa Bidik Misi yang mengambil Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu, berangkat ke lokasi wisuda dari indekosnya diantar ayahnya dengan becak.
Ini bukan drama? Ini realitas. Ayah Raeni sehari-hari berprofesi sebagai tukang becak. Pangkalannya tak jauh dari rumah, di Kelurahan Langenharjo, Kendal.
Raeni, namanya. Penerima beasiswa Bidik Misi yang mengambil Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu, berangkat ke lokasi wisuda dari indekosnya diantar ayahnya dengan becak.
Ini bukan drama? Ini realitas. Ayah Raeni sehari-hari berprofesi sebagai tukang becak. Pangkalannya tak jauh dari rumah, di Kelurahan Langenharjo, Kendal.
Raeni dan ayahnya langsung menjadi perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan Selasa 10 Juni 2014 kemarin. Kendati demikian, senyum bangga tetap menghiasi wajah Raeni, juga sang bapak, Mugiyono.
Mengenjot becak adalah pekerjaan Mugiyono setelah berhenti sebagai karyawan pabrik kayu lapis. Soal penghasilan, jelas tak menentu. Ia mengaku antara mendapatkan Rp10 sampai Rp 50 ribu sehari. Untuk tambahan, ia bekerja sebagai penjaga sekolah pada malam hari dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.
Tumbuh dari keluarga kurang mampu, tidak membuat Raeni gagal berprestasi. Ia berkali-kali membuktikan keunggulannya, yang membuatnya layak menerima beasiswa Bidikmisi. Ia juga beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4.
Laman resmi Unnes menyebutkan Raeni mempertahankan prestasinya dengan lulus sebagai wisudawan terbaik, dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Semua itu hanya demi satu tujun; menjadikan masa depan lebih baik dan membahagiakan keluarga.
“Selepas sarjana saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengennya ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.
Mugiyono tidak punya alasan untuk tidak mendukungnya. “Sebagai orang tua, saya hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata Mugiyono yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
Rektor Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak keluarga kurang mampu bisa berkuliah dan berprestasi.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.
Tweet |
|
0 comments :